Sabtu, 17 Maret 2012

Bertaruh Nyawa, Pasar Unik di Lintasan Kereta Api

Jakarta – Banyaknya bangunan pencakar langit disertai menjamurnya pusat-pusat pembelanjaan modern, menandai semakin pesatnya kemajuan pembangunan Kota Jakarta. Keberadaan pasar modern yang menawarkan keindahan, kenyamanan, dan pelayanan prima tak urung membuat banyak konsumen yang memberikan respon positif terhadap kehadiran pasar tersebut.

Tidak dipungkiri bahwa kehadiran pasar modern merupakan cerminan dari pola hidup masyarakat yang semakin maju, karena pengelolaannya lebih profesional dan harganya yang dinilai lebih murah. Dengan hadirnya pasar tersebut telah memberikan suatu alternatif bagi konsumen dalam rangka memenuhi kebutuhan sehari-harinya.

Namun, hal itu tidak berlaku bagi masyarakat di Kelurahan Kalianyar, Kecamatan Tambora, Jakarta Barat. Di wilayah yang menjadi salah satu daerah dengan kepadatan penduduk tertinggi di Asia Tenggara ini, terdapat pasar tradisional yang menjadi denyut nadi perekonomian masyarakat.

Pasar Pos Duri begitu mereka sebut. Uniknya, pasar ini menempati wilayah lintasan  yang masih aktif dilalui kereta antara Stasiun Tanah Abang dan Stasiun Duri. Bermula dari nama Stasiun Duri inilah, penamaan Pasar Pos Duri muncul.

Pasar ini sudah ada sejak puluhan tahun lalu dan masih bertahan sampai sekarang. Selain dipengaruhi oleh pendapatan per kapita masyarakat Kalianyar yang rendah, ditambah dengan letak wilayah yang kurang mendapat sarana transportasi memadai, menjadikan pasar ini sebagai satu-satunya sentra perekonomian di wilayah ini. Kalaupun ada pasar modern, letaknya yang cukup jauh menjadi pertimbangan tersendiri.

Pasar yang terletak di lintasan kereta ini, tentu jauh dari kata layak bila disandingkan dengan pasar tradisional lainnya. Pasar ini mulai beroperasi sejak dini hari sampai siang hari. Para pedagang menjajakan dagangannya di emperan rel, sehingga memaksa pembeli untuk melakukan transaksi jual beli tepat di atas jalur kereta. Hal ini tentu sangat membahayakan, karena banyak aktivitas jual beli berlangsung pagi hari, disaat jam-jam sibuk operasional kereta. Hampir setiap lima menit sekali terdapat kereta yang melintasi jalur tersebut.

Mengingat letaknya yang berdekatan dengan Stasiun Duri. Saat melintas, kereta akan  mengurangi kecepatannya agar dapat berhenti tepat di area pemberhentian stasiun demi menaikan atau menurunkan penumpang. Namun hal ini tetap saja berbahaya, karena terdapat beberapa kereta yang tetap melintas dengan kecepatan tinggi yakni kereta pembawa bahan bakar minyak serta kereta barang.

Untuk memanggulangi masalah tersebut, disaat kereta mulai mendekat, para pedagang akan memberi isyarat dengan meniup peluit maupun berteriak. Tetapi, terkadang masih banyak masyarakat yang membandel sehingga menjadi korban sambaran kereta. Tercatat selama tahun 2012 ini, sudah dua kali terdapat kasus kecelakaan di sini.

Produk-produk yang dijajakan di pasar ini tidak jauh berbeda dengan pasar pada umumnya, yakni berbagai kebutuhan pokok seperti beras, buah dan sayur, daging dan ikan, serta berbagai jenis panganan dan minuman. Selain itu, di beberapa lapak, terdapat juga pedagang yang menjajakan berbagai jenis pakaian dan mainan anak. Semuanya dijual dengan harga yang relatif lebih murah dibanding dengan pasar modern maupun pasar tradisional lainnya. Faktor ekonomis inilah yang menjadi salah satu alasan banyak pembeli memilih pasar ini, walaupun mereka juga sadar akan bahaya yang akan mereka hadapi.

“Awalnya sih takut juga, tapi karena sudah sering belanja disini, jadi biasa saja. Lagipula harga disini kan lumayan murah dan tempatnya juga dekat dengan rumah jadi bisa irit,” ujar salah seorang pembeli.

Murahnya harga yang ditawarkan terjadi akibat, hampir setiap barang yang dijual, langsung berasal sumbernya. Yakni diperoleh dari hasil panen para petani di wilayah Parung Panjang dan Rangkasbitung. Dimana saat musim panen tiba, mereka langsung membawa hasil panennya ke pasar ini tanpa melalui jasa tengkulak maupun perantara. Hanya dengan menaiki kereta rute Stasiun Rangkas Bitung – Stasiun Jakarta Kota, mereka bisa langsung sampai ke tempat ini.

Walaupun demikian, keberadaan pasar ini bagaikan ‘buah simalakama’ yang kerap memunculkan dilema. Di satu sisi, pasar ini mampu menghadirkan banyak manfaat serta dapat menjadi sumber penghasilan bagi masyarakat sekitar bahkan masyarakat luar. Namun, pasar ilegal ini kerap memunculkan berbagai permasalahan sosial, seperti, dengan banyaknya pedagang yang menggunakan area rel sebagai lapak, sedikit banyak akan mengganggu akses transportasi kereta yang dapat memicu terjadinya kecelakaan. Selain itu sisa-sisa penjualan yang didiamkan, menambah kesan kumuh kawasan tersebut sehingga rentan dengan kebakaran. Belum lagi tingkat keamanan yang lemah menimbulkan kerawanan terhadap tindakan-tindakan kriminal dan asusila.

Pemerintah melalui instansi terkait, dalam hal ini Perusahaan Jawatan Kereta Api (PKJA) selaku pemilik lahan beserta Dinas Sosial seringkali melakukan penertiban. Namun, yang terjadi adalah para pedagang memindahkan lapaknya di sepanjang Jalan Kalianyar yang mengganggu akses warga. Jalan Kalianyar yang sudah sempit menjadi lebih sesak.

Seiring waktu, setelah berulang kali terkena penertiban, mereka seakan tak kenal lelah untuk kembali menempati pos lamanya. Seperti kata pepatah “Disitu ada gula, disitu terdapat semut”. Walaupun kerap bermain ‘kucing-kucingan’ dengan aparat, serta menggadaikan nyawa sendiri maupun nyawa pembeli di lintasan kereta. Namun, selama masih banyak konsumen yang membutuhkannya, selama itulah pasar ini akan tetap bertahan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar