Minggu, 29 April 2012

Kehidupan = Sepakbola, Sulit Ditebak Kemana Akan Bergulir

Bola Itu  tidak mendengar idiom sepakbola yang simpel dan penuh makna tersebut. Ditengah sepakbola yang telah memasuki era komersialisasi berbalut sepakbola industri, para konglomerat dunia berduyun-duyun untuk membeli saham suatu klub sepakbola dengan tujuan untuk membawa klub tersebut berprestasi dan meraup keuntungan sebesar-besarnya. Untuk mencapai tujuannya tersebut, setiap klub harus memenuhi segala persyaratannya yakni sistem manajemen klub yang baik dari jajaran direksi paling atas sampai kepada instruksi pelatih di lapangan. Selain itu faktor SDM-nya juga berperan besar yakni kedalaman skuad dan kualitas pemain-pemainnya.

Ada dua cara yang biasa dilakukan oleh klub-klub sepakbola profesional. Pertama, setiap klub melakukan pola pembinaan yang berstruktur dari level junior sampai ke jenjang primavera atau pra-senior. Pada level primavera ini, akan dilakukan pelatihan dan penyeleksian yang super ketat untuk mengambil pemain masuk ke dalam kompetisi yang sesungguhnya. Selain itu, disini setiap klub juga melaukuan perjuduian dengan mengirimkan tim pencari bakat ke negara-negara potensial untuk mencari bibit-bibit unggul dan merekrutnya dengan harga murah. Apabila perjudian itu berhasil, maka harga dari pemain yang direkrut itu akan berkali-kali lipat. Cara biasanya ini dilakukan oleh klub-klub yang tidak memiliki dana berlimpah seperti klub Udinese Calcio (Italia), Dortmund (Jerman), Ajax (Belanda), Montpellier (Perancis), Arsenal (Inggris).

Kedua, klub-klub secara aktif bergerak pada bursa transfer pemain musim panas atau musim dingin untuk menggaet pemain incarannya. Biasanya cara ini dilakukan oleh klub-klub kaya raya seperti Madrid (Spanyol), Manchester City (Inggris), Anzhi Makachkala (Dagestan - Russia). Dengan kekuatan poundsterling-nya klub-klub tersebut menyodorkan dana yang berlimpah untuk merayu pemain dan klub tempat pemain incarannya bermain. Kebanyakan pemain incarannya tersebut adalah pemain yang sudah matang. Hal ini dikarenakan sang owner dari klub tersebut menginginkan prestasi yang instan. Karena prestasi yang didapat sama dengan bertambahnya prestise dan pamor klub tersebut yang menandai dengan betambahnya penggemar dan sponsor dan meningkatkan pula pundi-pundi yang akan didapat.

Dengan semakin berkembangnya sepakbola industri dan terjadinya perbedaan yang mencolok mengenai metode pembentukan skuad antara tim besae dengan tim kecil tersebut membuat gap antara tim besar dan tim kecil semakin kentara saja. Hal ini membuat para  pengamat sepakbola sudah berani memprediksi dan meramal hasil pertandingan yang belum digelar. Sebagai contoh banyak yang meramalkan bahwa The Biggest Match of The Year akan tersaji di Final Liga Champions antara Madrid versus Barcelona. Dengan kekuatan uangnya Madrid menjadi sebuah mesin pembunuh tim-tim yang mencoba menghadangnya. Sebelum laga semifinal kemarin Madrid menjadi tim yang belum terkalahkan di sepanjang kompetisi juara Eropa ini. Sebaliknya, Barcelona yang disebut-sebut sebagai tim terbaik abad ini dengan catatan bahwa dalam lima tahun terakhir selalu berhasil menembus semifinal dan berhasil menggondol dua gelar juara.

Namun, seperti kata pepatah, kita yang berencana, Tuhan yang menentukan. Harapan akan terjadinya laga kolosal El Gran Classico de Champion tidak kesampaian. Di depan bentengnya, Madrid kalah mental melawan pasukan Bavarian. Dan Barcelona kalah strategi dalam menghadapi serangan kejutan The Blues. Sepakbola kembali membuktikan bahwa ia pantas disebut sebagai olahraga terpopular sejagad. Hitung-hitungan di atas kertas tidak berlaku di atas lapangan. Bola bisa bergulir kemana saja, sulit ditebak.

Contoh lain adalah ketika tim amatir dari divisi tiga Liga Perancis, Quevilly, yang berhasil melaju ke partai puncak Piala Perancis melawan Lyon. Dalam perjalanan “dongengnya” Quevilly berhasil mengalahkan tim-tim besar Perancis seperti Marseille di perempat final dan di semifinal mampu membalikan ketertinggalan dari Rennes sebelum memastikan tiket final digenggam dengan skor 2-1.

Namun sayang beribu sayang, mimpi Quevilly untuk mematahkan prediksi para pengamat sepakbola dengan menjuarai ajang tersebut tidak kesampaian. Di partai puncak yang berlangsung semalam, Quevilly kurang beruntung dan harus bertekuk lutut melawan tim yang jumlah pengeluarannya 80 kali lebih besar dari pengeluarannya tersebut. Keasikan menyerang, angan-angan tim pesisir Normandia tersebut dibuyarkan oleh serangan balik cepat yang  berhasil dieksekusi oleh penyerang Lyon, Lisandro Lopez.

Dibalik itu semua, Quevilly telah membuktikan kepada kita bahwa sepakbola itu bukan ilmu pasti yang langsung bisa kita “takdirkan” begitu saja. Masih banyak contoh-contoh dalam dunia sepakbola yang diluar prediksi kita. Tidak ada yang menyangka bahwa pasukan dari negeri para dewa, Yunani, mampu menjuarai Euro 2004. Dan armada Taeguk Gi mampu menjadi semifinalis di Piala Dunia 2006.

Fernando Torres sebelum pertandingan leg kedua semifinal melawan Barcelona pernah berkata bahwa tidak selamanya tim terbaik akan menang. Tidak bisa kita pungkiri bahwa tim-tim seperti Madrid dan Barcelona adalah tim terbaik saat ini. Namun pelatih Atletico Bilbao, Marcelo Bielsa, eks pelatih timnas Chile yang berhasil membawa anak asuhnya berprestasi di ajang Piala Dunia 2010 dan berhasil membawa anak asuhnya sekarang, Bilbao, melenggang ke Final Europe League dengan mengalahkan favorit juara Manchester United, berpendapat bahwa analisis dan prediksi di atas kertas hanyalah cara untuk mendekatkan kita pada kenyataan yang akan terjadi. Tapi, tak seorang pun dapat memastikan kenyataan itu. Walau bagi sebagian orang terdengar agak klise, tapi sangat wajar bila kata-kata indah ini selalu diulang ketika kekalahan tim-tim unggulan seperti El Real dan El Barca terulang. “Sepakbola itu bulat, sulit ditebak ke mana arah bola akan bergulir”.

Hal yang sama juga berlaku dengan kehidupan kita. Terlalu banyak rencana dan keinginan yang hendak dicapai dalam menghadapi hidup ini sementara hanya sebagian kecil saja yang yang bisa tercapai. Di samping itu dalam hidup ini ada dua dimensi  nyata dan gaib. Yang mana hubungannya masih menjadi tanda tanya dan misteri bagi manusia. Dalam Islam sendiri dikenal dengan konsep ikhtiar dan tawakal.

Manusia diberi kesempatan untuk berusaha dan berupaya dengan sekuat-kuatnya tapi keputusan akhir ada pada Allah SWT. Setelah berusaha atau ikhtiar, yang bisa dikerjakan manusia adalah tinggal menyerahkannya (tawakal) kepada Yang Maha Menentukan dengan berdoa dan memohon dengan setulus hati. Bila pada saatnya nanti rencana dan keinginan tersebut terkabul, jangan lupa untuk mensyukuri segala nikmat-Nya dan pergunakan dengan sebaik-baiknya. Dan bila tidak segera terkabul, jangan sampai kita mengeluh atau mencari kambing hitam. Patut ditiru sikap ksatria Pep Guardiola yang dengan jantan mengakui kekalahan timnya dan memutuskan untuk menyerahkan jabatannya kepada asistennya mulai musim depan. Selain itu, sikap Mourinho yang biasanya penuh dengan kontroversial, namun setelah kekalahan tersebut, ia tetap menerimanya dan bahkan memberikan motivasi kepada anak asuhnya untuk melupakan yang terjadi untuk menatap masa depan yang lebih baik.

Ya, idiom klasik sepakbola kembali menyeruak disini. “Kekalahan adalah kemenangan yang tertunda”. Disini Mourinho menyadari bahwa dengan berlarut-larut menangisi kekalahan malah akan menambah permasalahan ke dalam timnya.  Karena kekalahan bukan akhir dari segalanya, tetapi sebaliknya awal dari perjuangan baru yang lebih besar.

Kekalahan dan kemenangan adalah peristiwa sehari-hari. Bagaimana cara kita memandang kekalahan tersebut adalah yang paling berharga. Tidak mungkin apabila kita telah berikhtiar sekuat daya upaya dan senantiasa bertawakal, Allah tidak akan membalas atau mengabulkannya. Mungkin Allah akan mengatur atau menjawabnya di kemudian hari dengan kemenangan-kemenangan yang lebih spektakuler. Di setiap kekalahan yang paling menyakitkan sekalipun pasti terselip sebuah alasan yang memantaskan dirinya untuk mengantarkannya pada kesuksesan.

Jadi kehidupan ini memang tidak bisa ditebak secara pasti. Seperti penggalan lirik lagu Cokelat berjudul Pasrahkan Padanya yang berbunyi:

Seluruh jiwa telah ku pasrahkan padamu
Kuatkanlah hati menjalani hidup
Hanya kepada-Nya kita meminta
Semua yang terjadi, jangan sesali

Ya, jelas bahwa tugas kita hanya menjalani saja  sebaik-baiknya sesuai aturan yang Maha Kuasa karena kehidupan bukan teka-teki atau tebak-tebakan apalagi sebuah perjudian tapi sebuah ujian untuk mengetahui siapa yang paling baik taqwanya.


Terakhir, gampang saja sih. Kalau dalam suatu pertadingan sepakbola hasilnya sudah bisa ditebak dahulu maka pertandingan itu tidak akan seru dan tidak mungkin sepakbola bisa menjadi olahraga terpopular sejagad. Kemudian bila kita mengetahui hidup kita, buat apa juga kita hidup di dunia ini, karena mau ngapain juga kita bakal tahu hasil akhirnya ya kan??

Terus Bergerak Kayak Bola Kawan. Jangan takut orang lain bilang ini-itu tentang PMII. Karena tetap saja, “Manusia yang berencana, tapi Allah-lah yang menentukan.” Hhehe..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar